HALAMAN PENGESAHAN
Laporan lengkap
praktikum Biologi Dasar dengan judul “ Pengaruh
Suhu Terhadap Aktivitas Organisme ” disusun oleh:
Nama
: Kurnia.s
NIM : 1213140004
Kelas : Kimia Sains
Kelompok
: VI (enam)
telah
diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Kordinator Asisten, maka laporan ini
dinyatakan diterima.
Makassar, Desember
2012
Kordinator Asisten Asisten
Muhammad Riswan
Ramli, S.pd Muhammad
Riswan Ramli S.Pd
Mengetahui
Dosen
Penaggung Jawab
Andi Rahmat
Saleh, S.pd M.pd
NIP. 19621231 198702 1 005
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ketika makhluk hidup tersebut tidak mampu untuk
menyesuaikan diri, maka ia akan mengalami kematian atau terkena seleksi
alam.Setiap makhluk hidup memiliki ciri-ciri tertentu, salah satunya yaitu
menerima dan menanggapi rangsangan. Ketika terjadi perubahan terhadap kondisi
lingkungan, maka makhluk hidup akan melakukan penyesuaian diri (adaptasi) untuk
merasa lebih nyaman dan bisa beraktivitas dengan normal.
Salah satu perubahan yang sering terjadi pada
lingkungan adalah perubahan suhu/temperatur. Pada manusia misalnya, ketika
merasa kedinginan menggunakan pakaian yang tebal sedangkan ketika suhunya
panas, maka pakaian yang dipakai adalah pakaian yang tipis. Ini merupakan salah
satu contoh bentuk penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungannya. Akan
tetapi, di sebuah tempat yang gersang akibat kemarau panjang, satu per satu
tumbuhan akan mati karena kekurangan air dalam tanah dan suhu lingkungan yang
tinggi. Sementara itu, tumbuhan seperti kaktus dapat bertahan hidup. Hal inilah
yang disebut seleksi alam.
Biologi
merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai makhluk
hidup. Ada berbagai jenis makhluk hidup di dunia ini di seluruh belahan dunia.
Setiap spesies memiliki bentuk dan karakteristik yang sangat beragam.
Sesuai dengan uraian
diatas, maka penulis mencoba untuk melakukan praktikum dengan menggunakan 2
ekor ikan yang disimpan dalam air yang bersuhu berbeda-beda untuk mengetahui pengaruh suhu/ temperatur
terhadap aktivitas organisme dengan judul praktikum “ Pengaruh Suhu Terhadap
Aktivitas Organisme”.
B.
Tujuan
Praktikum
Melalui
percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat membandingkan kecepatan penggunaan
oksigen oleh organisme pada suhu yang berbeda.
C.
Manfaat
Praktikum
Mahasiwa
dapat membuktikan secara langsung pengaruh suhu terhadap kecepatan penggunaan
oksigen oleh organisme.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Suhu ialah ukuran purata tenaga kinetik zarah-zarah di dalam
sesuatu bahan, dan ia berkaitan dengan betapa panasnya atau sejuknya
suatu-suatu bahan.Meniti sejarah, dua konsep serupa telah dikemukakan secara
berasingan untuk menjelaskan tentang suhu, iaitu penjelasan secara termodinamik dan penjelasan mikroskopik
berdasarkan fizik statistik.
Oleh sebab konsep termodinamik adalah suatu ukuran yang bersifat makroskopik
sepenuhnya, maka takrifan termodinamik bagi suhu, sebagaimana yang dinyatakan
oleh Kelvin, dinyatakan sepenuhnya dalam bentuk
pembolehubah empirik dan boleh diukur. Fizik statistik pula memberikan
pemahaman yang lebih lanjut tentang termodinamik, iaitu dengan menggambarkan
jirim sebagai sekumpulan zarah-zarah dengan bilangan yang banyak, lalu
parameter termodinamik (iaitu makroskopik) diterbitkan daripada purata
statistik parameter-parameter mikroskopik zarah-zarah tersebut (Anonim, 2012).
Suhu
merupakan sifat fizikal
yang menjadi dasar kepada anggapan lazim panas dan sejuk. Sesuatu benda yang panas pada amnya
mempunyai suhu yang tinggi, walaupun suhu bukanlah ukuran terus untuk haba.
Suhu adalah satu daripada parameter utama dalam termodinamik. Jika tidak terdapatnya aliran haba
di antara dua objek, ini bererti objek-objek tersebut mempunyai suhu yang sama.
Haba akan mengalir daripada objek yang mempunyai suhu yang tinggi kepada objek
dengan suhu yang rendah. Ini adalah susulan daripada salah satu hukum-hukum termodinamik (Anonim, 2012).
Suhu
diukur menggunakan termometer yang ditentukur
pada banyak jenis skala suhu. Seantero dunia (kecuali Belize, Burma, Liberia dan Amerika Syarikat) menggunakan skala Celsius dalam kebanyakan pengukuran suhu.
Dalam bidang sains pula, seluruh dunia menggunakan skala Celsius untuk mengukur suhu dan skala Kelvin untuk mengukur suhu termodinamik. Di Amerika Syarikat
pula, skala Fahrenheit digunakan secara amnya oleh orang
ramai untuk tujuan-tujuan biasa (industri, kaji
cuaca, dan kerajaan).
Dalam bidang-bidang kejuruteraan di Amerika Syarikat, skala Rankine digunakan terutamanya dalam
disiplin-disiplin yang berkaitan dengan termodinamik seperti pembakaran (Anonim, 2012).
Suhu
merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah di ukur
dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur
aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama
disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan
sekaligus menentukan kegiatan metabolik, misalnya dalam hal respirasi.
Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu mempunyai rentang
yang dapat ditolerir oleh setiap oraganisme. Masalah ini dijelaskan dalam
kajian ekologi, yaitu “Hukum Shelford”. Dengan alat yang relatif sederhana,
percobaan tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas respirasi organisme tidak
sulit dilakukan, misalnya dengan menggunakan respirometer sederhana (Tim
pengajar, 2012).
Suhu
merupakan salah satu faktor pembatas penyebaran hewan, dan selanjutnya menentukan aktivitas hewan. Rentangan suhu
lingkungan di bumi jauh lebih besar dibandingkan dengan rentangan penyebaran
kativitas hidup. Suhu udara di bumi terentang dari -70º C - 85ºC. secara umum
aktivitas kehidupan terjadi antara rentangan sekitar 0ºC - 40ºC. Kebanyakan
hewan hidup dalam rentangan suhu yang lebih sempit. Beberapa hewan dapat
berthan hidup tetapi tidak aktif di bawah 0ºC, dan beberapa tahan terhadap suhu
sangat dingin. Tidak ada hewan yang dapat hidup di atas suhu 50ºC, dan sedikit
bakteria dan alga aktif dalam sumber air panas dengan suhu 70ºC. batas-batas
untuk reproduksi lebih sempit daripada suhu hewan dewasa bertahan hidup, tetapi
embrio kebanyakan homoeterm lebih tahan terhadap rentangan suhu yang lebih
besar daripada yang dewasa (Soewolo, 2000).
Makhluk
hidup harus mampu beradaptasi terhadapperubahan suhu. Suhu tidak hanya penting
dalam sensasi langsung, dimana hewan berusaha untuk menghindari terlalu panas
atau terlalu dingin, akan tetapi secara evolusi suhu juga berpengaruh dalam perkembangan
sistem hidup. Misalnya peningkatan suhu yang hanya beberapa derajat akan tetapi
menyebabkan peningkatan laju reaksi kimia yang sangat besar. Biasanya laju
reaksi kimia akan meningkat dua kali lipat setiap kenaikan temperature sebesar 10ºC. Sel telah mengembangkan suatu
mekanisme untuk evolusi ataupun metabolic. Namun makhluk hidup juga memiliki
keterbatasan. Pada suhu sekitar 1-2ºC air di dalam sel di dalam sel akan
membeku. Zat-zat lain yang ada dalam sel akan menjadi pekat sehingga tidak menungkinkan
untuk berfungsi dengan baik dan kehidupan akan terhenti (pada beberapa kasus,
paling tidak hingga sel dipanaskan kembali). Batasan tertinggi pada suhu akan
menyebabkan ikatan hydrogen yang menjadi pengikat protein mulai lepas sehingga
protein akan mengalami denaturasi. Maka harus hidup pada tempat yang tidak
terlampau dingin atau pada suhu yang panaanya tidak melebihi 40ºC (beberapa
algae tertentu dapat hidup pada sumber air panas yang suhunya mencapai 80ºC) (
Tim dosen, 2004).
Menurut
Susanto (2000), adaptasi fisiologis hewan terhadap temperatur lingkungan
meliputi tiga hal: 1) adaptasi untuk hidup di lingkungan bertemperatur rendah,
2) adaptasi untuk hidup pada lingkungan bertemperatur tinggi, 3) adaptasi untuk
mengetahui perubahan temperatur tubuh sebagai akibat perubahan temperatur
lingkungan. Berdasarkan responnya terhadap perubahan temperatur lingkungan,
hewan di kelompokkan menjadi hewan homoeterm dan hewan poikiloterm. Hewan
homoeterm dapat mempertahankan temperature tubuh meskipun temperatur lingkungan
berubah. Hewan yang bersifat homoetermik adalah mamalia dan burung. Hewan
poikiloterm adalah hewan yang temperatur tubuhnya berubah-ubah jika temperatur
lingkungan berubah. Hewan yang bersifat poikilotermik adalah reptile, amfibi,
ikan dan hewan-hewan avertebrata. Sebagai contoh: temperatur tubuh ikan sama
dengan temperatur air dimana ikan itu berenang, dan temperatur tubuh cacing
tanah sama dengan temperatur di dalam tanah.
Rentangan
suhu pada berbagai hewan berbeda-beda, ada yang luas ada yang sempit.
Selanjutnya toleransi suhu dapat berubah karena waktu dan derajat adaptasi.
Beberapa organisme sensitif terhadap suhu ekstrem selama periode tertentu dalam
siklus hidupnya, terutama selama stadium permulaan dari pertumbuhannya. Tidak
ada hewan yang dapat hidup dan mengalami seluruh siklus hidupnya pada suhu
lebih dari 50ºC. nampaknya suhu batas toleransi (batas atas dan bawah) tidak
tetap. Misalnya bila beberapa hewan dari spesies yang sama dihadapkan pada suhu
batas atas toleransinya, ada sebagian yang mati dan ada pula yang sebagian yang
bertahan. Di sini kita berbicar tentang suhu letal. Ternyata suhu letal dapat
berubah-ubah sesuai dengan suhu yang dialami hewan sebelumnya. Ini bersangkutan
dengan aklimasi (penyesuaian tubuh terhadap iklim/suasana baru di tempat yang
sama, khususnya di dalam laboratorium), salah satu bentuk adaptasi. Hewan yang
yang terbiasa hidup pada suhu relatif tinggi, ,mempunyai suhu letal (ata maupun
bawah) lebih tinggi bila dibandingkan dengan hewan yang terbiasa hidup pada
suhu relatif rendah (Soewolo, 2000).
Suhu tubuh hewan
poikilotermik, ditentukan oleh keseimbangan denagn kodisi suhu lingkungan, dan
berubah-ubah seperti berubah-ubahnya kondisi suhu lingkungan. Pada hewan
poikilotermik air, miasalnya kerang,udang, dan ikan, suhu tubuhnya sangat
ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konvektif dengan air mediumnya, dan
suhu tubuhnya mirip dengan suhu air. Hewan memproduksi panas internal secara
matabolik, dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh diatas suhu air. Namun air
menyerap panas begitu efektif dan hewan poikilotermik tidak memiliki insulasi
sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil (Soewolo, 2000).
BAB III
METODE
PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat Praktikum
1. Waktu
praktikum
Hari/tanggal : Selasa/ 18 Desember 2012
Waktu : Pukul 14.00 s.d 16.00 WITA
2.
Tempat praktikum : Laboratorium Biologi FMIPA UNM lantai
III
B.
Alat
dan Bahan
1. Alat
a) Termometer
batang 1 buah
b) Neraca
c) Stopwatch/
HP
d) Becker
gelas 1000 ml 3 buah
2.
Bahan
a) Ikan
mas koki (Cyprinus carpio) 1 ekor
b) Es
batu
c) Air
keran
d) Air
panas
e) Vaselin
f) Larutan
eosin
C.
Prosedur
Kerja
1. Memasukkan
3 ekor ikan mas koki yang relative sama besarnya kedalam becker gelas berisi
air kran, dan aklimatisasi selama 15 menit
2. Mengambil
1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker gelas(A) yang berisi air panas (38ºC) 800 mL. Menghitung dan mencatat
frekuensi gerakan (buka-tutup) Operculum dalam
1 menit setiap 5 menit
3. Mengambil
1 ekor ikan mas koki dan masukkan ke dalam becker gelas (B) yang berisi air
dingin (16ºC) 800 mL. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka-tutup) Operculum dalam 1 menit setiap 5
menit
4. Mengambil
1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke
dalam becker gelas(C) yang berisi air kran
(27ºC) 800 mL. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka-tutup) Operculum dalam 1 menit setiap 5 menit.
5. Mencatat
hasil pengamatan saudara dalam tabel
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
Tabel pengamatan:
Data frekuensi gerakan Operculum ikan pada suhu air berbeda
Toples/Suhu
|
Menit ke
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
A
(29 ºC)
|
52
|
56
|
69
|
72
|
87
|
67,2
|
B
(16 ºC)
|
50
|
36
|
36
|
41
|
50
|
42,6
|
C
(30 ºC)
|
64
|
86
|
92
|
102
|
112
|
91,2
|
B.
Analisis
data
1.
Becker I ( 29º C)
F1 + F2 + F3
+ F4 + F5
Σ F I =
5 menit
52 + 56 + 69 + 72 + 87
Σ F I =
5 menit
336
Σ F I =
5
Σ
F I = 67,2 kali/ menit
2.
Becker
II ( 16ºC)
F1 + F2 + F3
+ F4 + F5
Σ F II =
5 menit
50 + 36 + 36 + 41 + 50
Σ F II =
5 menit
213
Σ F II =
5 menit
Σ
F II = 42,6 kali/ menit
3.
Becker III ( 30º C)
F1 + F2 + F3
+ F4 + F5
Σ F III =
5 menit
64 + 86 + 92 + 102 + 112
Σ F III =
5 menit
456
Σ F III =
5 menit
Σ
F III = 91,2 kali/ menit
C.
Pembahasan
Percobaan I:
Pada
becker glass I yang berisi air keran dengan suhu 29ºC, pada menit pertama ikan
melaukan gerakan buka tutup operculum
sebanyak 52 kali, kemudian gerakan buka tutup operculum sebanyak 56 kali pada menit kedua. Pada menit ketiga, frekuensi
gerakan buka tutup opeculum ikan sebanyak 69 kali. Sebanyak 72 kali frekuensi
gerakan buka tutup operculum pada
menit keempat dan pada menit kelima frekuensi gerakan buka tutup operculum sebanyak 87 kali. Pada suhu
ini, ikan berada pada suhu normal sebhingga ikan tidak perlu terlalu banyak
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Frekuensi gerakan buka tutup operculum ikan, normal pada suhu yang
normal, dalam artian tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat dalam melakukan
gerakan buka tutup opeculum karena
sudah sesuai dengan tingkat kebutuhan oksigen yang dubutuhkannya. Rata-rata
frekuensi gerakan buka tutup operculum
ikan pada air keran yang bersuhu 29ºC yaitu 67,2 kali.
Percobaan II:
Pada
percobaan kedua ini, becker glass di isi dengan air dingin yang bersuhu 16ºC.
Pada menit pertama, ikan melakukan gerakan buka tutup operculum sebanyak 50 kali. Pada menit kedua sebanyak 36 kali.
Sebanyak 36 kali pada menit ketiga dan pada menit keempat sebanyak 41 kali
serta sebanyak 50 kali pada menit kelima. Pada suhu dingin, ikan sedikit
melakukan garakan buka tutup operculum
di bandingkan pada suhu yang normal. Hal itu disebabkan pada suhu yang dingin,
oksigen yang terdapat pada lingkungan cukup tersedia sehingga kebutuhan oksigen
ikan terpenuhi. Rata-rata frekuensi gerakan buka tutup operculum pada suhu dingin yaitu 42,6 kali. Pada suhu dingin, ikan
tidak terlalu banyak melakukan aktivitas.
Percobaan III:
Pada
percobaan ketiga, becker di isi dengan air panas yang bersuhu 30ºC. pada menit
pertama, ikan melakukan gerakan buka tutup operculum
sebanyak 64 kali, pada menit kedua sebanyak 86 kali, pada menit ketiga sebanyak
92 sedangkan pada menit keempat sebanyak
102 kali serta pada menit kelima sebanyak 112 kali. Pada suhu ini, ikan
melakukan banyak gerakan buka tutup operculum.
Hal ini disebabkan karena pada tempat yang bersuhu panas, ikan membutuhkan
oksigen yang lebih banyak, sedangkan oksigen yang tersedia tidak cukup banyak
sehingga ikan tersebut harus melakukan pernapasan dengan cepat dan ini terlihat
pada frekuensi gerakan buka tutup operculum
dalam jumlah banyak setiap menitnya dibandingkan dengan percobaan sebelumnya.
Rata-rata pergerakan buka tutupnya operculum
ikan yaitu sebanyak 91 kali.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1. Pada
suhu normal (29ºC), frekuensi gerakan buka tutup operculum ikan juga normal.
2. Pada
suhu dingin (16ºC), frekuensi gerakan buka tutup operculum ikan sedikit membuktikan bahwa pada suhu dingin, ikan
melakukan sedikit aktivitas.
3. Pada
suhu panas (30ºC), frekuensi gerakan buka tutup operculum ikan lebih banyak dibandingkan pada suhu dingin dan suhu
normal, menandakan pada suhu panas, ikan melakukan banyak aktivitas.
B.
Saran
Untuk laboratorium, sebaiknya menyediakan bahan
praktikum dalam hal ini adalah ikan lebih banyak lagi, sehingga praktikum dapat
berlangsung dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym.
2012. Suhu. http://id.wikipedia.org/wiki/suhu. (Di akses pada
hati Senin, tanggal 3 Januari 2012).
Susanto,Pudyo
2000. Pengantar Ekologi Hewan.
Jakarta: Proyek Pengembangan Guru
Sekolah Menengah IBRD Loan No. 3979 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Soewolo.
2000. Pengantar Fisiologi Hewan.
Jakarta: Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah IBRD Loan No. 3979.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Tim
dosen. 2004. Diktat Biologi Dasar.
Makasasar: UPT MKU Universitas Hasanuddin Makassar
Tim
pengajar. 2012. Penuntun Praktikum Biologi
Dasar. Makassar: Jurusan Biologi
FMIPA UNM.
Nice! Terimakasih :)
BalasHapusNice! Terimakasih :)
BalasHapus