Rabu, 12 Juni 2013

Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme



          HALAMAN PENGESAHAN
          Laporan lengkap praktikum Biologi Dasar dengan judul “ Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme ” disusun oleh:
            Nama               : Kurnia.s
            NIM                : 1213140004
            Kelas               : Kimia Sains
            Kelompok       : VI (enam)
            telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Kordinator Asisten, maka laporan ini dinyatakan diterima.
                                                                                   
                                                Makassar,   Desember  2012
   Kordinator Asisten                                                  Asisten
           

Muhammad Riswan Ramli, S.pd                          Muhammad Riswan Ramli S.Pd





Mengetahui
                                                Dosen Penaggung Jawab
                                               
Andi Rahmat Saleh, S.pd M.pd
                                            NIP. 19621231 198702 1 005
         
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ketika makhluk hidup tersebut tidak mampu untuk menyesuaikan diri, maka ia akan mengalami kematian atau terkena seleksi alam.Setiap makhluk hidup memiliki ciri-ciri tertentu, salah satunya yaitu menerima dan menanggapi rangsangan. Ketika terjadi perubahan terhadap kondisi lingkungan, maka makhluk hidup akan melakukan penyesuaian diri (adaptasi) untuk merasa lebih nyaman dan bisa beraktivitas dengan normal.
Salah satu perubahan yang sering terjadi pada lingkungan adalah perubahan suhu/temperatur. Pada manusia misalnya, ketika merasa kedinginan menggunakan pakaian yang tebal sedangkan ketika suhunya panas, maka pakaian yang dipakai adalah pakaian yang tipis. Ini merupakan salah satu contoh bentuk penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungannya. Akan tetapi, di sebuah tempat yang gersang akibat kemarau panjang, satu per satu tumbuhan akan mati karena kekurangan air dalam tanah dan suhu lingkungan yang tinggi. Sementara itu, tumbuhan seperti kaktus dapat bertahan hidup. Hal inilah yang disebut seleksi alam.
Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai makhluk hidup. Ada berbagai jenis makhluk hidup di dunia ini di seluruh belahan dunia. Setiap spesies memiliki bentuk dan karakteristik yang sangat beragam. 
Sesuai dengan uraian diatas, maka penulis mencoba untuk melakukan praktikum dengan menggunakan 2 ekor ikan yang disimpan dalam air yang bersuhu berbeda-beda  untuk mengetahui pengaruh suhu/ temperatur terhadap aktivitas organisme dengan judul praktikum “ Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme”.
B.     Tujuan Praktikum
      Melalui percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat membandingkan kecepatan penggunaan oksigen oleh organisme pada suhu yang berbeda.
C.    Manfaat Praktikum
      Mahasiwa dapat membuktikan secara langsung pengaruh suhu terhadap kecepatan penggunaan oksigen oleh organisme.















 





                                                BAB II
                                            TINJAUAN PUSTAKA
            Suhu ialah ukuran purata tenaga kinetik zarah-zarah di dalam sesuatu bahan, dan ia berkaitan dengan betapa panasnya atau sejuknya suatu-suatu bahan.Meniti sejarah, dua konsep serupa telah dikemukakan secara berasingan untuk menjelaskan tentang suhu, iaitu penjelasan secara termodinamik dan penjelasan mikroskopik berdasarkan fizik statistik. Oleh sebab konsep termodinamik adalah suatu ukuran yang bersifat makroskopik sepenuhnya, maka takrifan termodinamik bagi suhu, sebagaimana yang dinyatakan oleh Kelvin, dinyatakan sepenuhnya dalam bentuk pembolehubah empirik dan boleh diukur. Fizik statistik pula memberikan pemahaman yang lebih lanjut tentang termodinamik, iaitu dengan menggambarkan jirim sebagai sekumpulan zarah-zarah dengan bilangan yang banyak, lalu parameter termodinamik (iaitu makroskopik) diterbitkan daripada purata statistik parameter-parameter mikroskopik zarah-zarah tersebut (Anonim, 2012).
            Suhu merupakan sifat fizikal yang menjadi dasar kepada anggapan lazim panas dan sejuk. Sesuatu benda yang panas pada amnya mempunyai suhu yang tinggi, walaupun suhu bukanlah ukuran terus untuk haba. Suhu adalah satu daripada parameter utama dalam termodinamik. Jika tidak terdapatnya aliran haba di antara dua objek, ini bererti objek-objek tersebut mempunyai suhu yang sama. Haba akan mengalir daripada objek yang mempunyai suhu yang tinggi kepada objek dengan suhu yang rendah. Ini adalah susulan daripada salah satu hukum-hukum termodinamik (Anonim, 2012).
            Suhu diukur menggunakan termometer yang ditentukur pada banyak jenis skala suhu. Seantero dunia (kecuali Belize, Burma, Liberia dan Amerika Syarikat) menggunakan skala Celsius dalam kebanyakan pengukuran suhu. Dalam bidang sains pula, seluruh dunia menggunakan skala Celsius untuk mengukur suhu dan skala Kelvin untuk mengukur suhu termodinamik. Di Amerika Syarikat pula, skala Fahrenheit digunakan secara amnya oleh orang ramai untuk tujuan-tujuan biasa (industri, kaji cuaca, dan kerajaan). Dalam bidang-bidang kejuruteraan di Amerika Syarikat, skala Rankine digunakan terutamanya dalam disiplin-disiplin yang berkaitan dengan termodinamik seperti pembakaran (Anonim, 2012).
            Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah di ukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metabolik, misalnya dalam hal respirasi. Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu mempunyai rentang yang dapat ditolerir oleh setiap oraganisme. Masalah ini dijelaskan dalam kajian ekologi, yaitu “Hukum Shelford”. Dengan alat yang relatif sederhana, percobaan tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas respirasi organisme tidak sulit dilakukan, misalnya dengan menggunakan respirometer sederhana (Tim pengajar, 2012).
            Suhu merupakan salah satu faktor pembatas penyebaran hewan, dan selanjutnya   menentukan aktivitas hewan. Rentangan suhu lingkungan di bumi jauh lebih besar dibandingkan dengan rentangan penyebaran kativitas hidup. Suhu udara di bumi terentang dari -70º C - 85ºC. secara umum aktivitas kehidupan terjadi antara rentangan sekitar 0ºC - 40ºC. Kebanyakan hewan hidup dalam rentangan suhu yang lebih sempit. Beberapa hewan dapat berthan hidup tetapi tidak aktif di bawah 0ºC, dan beberapa tahan terhadap suhu sangat dingin. Tidak ada hewan yang dapat hidup di atas suhu 50ºC, dan sedikit bakteria dan alga aktif dalam sumber air panas dengan suhu 70ºC. batas-batas untuk reproduksi lebih sempit daripada suhu hewan dewasa bertahan hidup, tetapi embrio kebanyakan homoeterm lebih tahan terhadap rentangan suhu yang lebih besar daripada yang dewasa (Soewolo, 2000).
            Makhluk hidup harus mampu beradaptasi terhadapperubahan suhu. Suhu tidak hanya penting dalam sensasi langsung, dimana hewan berusaha untuk menghindari terlalu panas atau terlalu dingin, akan tetapi secara evolusi suhu juga berpengaruh dalam perkembangan sistem hidup. Misalnya peningkatan suhu yang hanya beberapa derajat akan tetapi menyebabkan peningkatan laju reaksi kimia yang sangat besar. Biasanya laju reaksi kimia akan meningkat dua kali lipat setiap kenaikan temperature  sebesar 10ºC. Sel telah mengembangkan suatu mekanisme untuk evolusi ataupun metabolic. Namun makhluk hidup juga memiliki keterbatasan. Pada suhu sekitar 1-2ºC air di dalam sel di dalam sel akan membeku. Zat-zat lain yang ada dalam sel akan menjadi pekat sehingga tidak menungkinkan untuk berfungsi dengan baik dan kehidupan akan terhenti (pada beberapa kasus, paling tidak hingga sel dipanaskan kembali). Batasan tertinggi pada suhu akan menyebabkan ikatan hydrogen yang menjadi pengikat protein mulai lepas sehingga protein akan mengalami denaturasi. Maka harus hidup pada tempat yang tidak terlampau dingin atau pada suhu yang panaanya tidak melebihi 40ºC (beberapa algae tertentu dapat hidup pada sumber air panas yang suhunya mencapai 80ºC) ( Tim dosen, 2004).
            Menurut Susanto (2000), adaptasi fisiologis hewan terhadap temperatur lingkungan meliputi tiga hal: 1) adaptasi untuk hidup di lingkungan bertemperatur rendah, 2) adaptasi untuk hidup pada lingkungan bertemperatur tinggi, 3) adaptasi untuk mengetahui perubahan temperatur tubuh sebagai akibat perubahan temperatur lingkungan. Berdasarkan responnya terhadap perubahan temperatur lingkungan, hewan di kelompokkan menjadi hewan homoeterm dan hewan poikiloterm. Hewan homoeterm dapat mempertahankan temperature tubuh meskipun temperatur lingkungan berubah. Hewan yang bersifat homoetermik adalah mamalia dan burung. Hewan poikiloterm adalah hewan yang temperatur tubuhnya berubah-ubah jika temperatur lingkungan berubah. Hewan yang bersifat poikilotermik adalah reptile, amfibi, ikan dan hewan-hewan avertebrata. Sebagai contoh: temperatur tubuh ikan sama dengan temperatur air dimana ikan itu berenang, dan temperatur tubuh cacing tanah sama dengan temperatur di dalam tanah.
            Rentangan suhu pada berbagai hewan berbeda-beda, ada yang luas ada yang sempit. Selanjutnya toleransi suhu dapat berubah karena waktu dan derajat adaptasi. Beberapa organisme sensitif terhadap suhu ekstrem selama periode tertentu dalam siklus hidupnya, terutama selama stadium permulaan dari pertumbuhannya. Tidak ada hewan yang dapat hidup dan mengalami seluruh siklus hidupnya pada suhu lebih dari 50ºC. nampaknya suhu batas toleransi (batas atas dan bawah) tidak tetap. Misalnya bila beberapa hewan dari spesies yang sama dihadapkan pada suhu batas atas toleransinya, ada sebagian yang mati dan ada pula yang sebagian yang bertahan. Di sini kita berbicar tentang suhu letal. Ternyata suhu letal dapat berubah-ubah sesuai dengan suhu yang dialami hewan sebelumnya. Ini bersangkutan dengan aklimasi (penyesuaian tubuh terhadap iklim/suasana baru di tempat yang sama, khususnya di dalam laboratorium), salah satu bentuk adaptasi. Hewan yang yang terbiasa hidup pada suhu relatif tinggi, ,mempunyai suhu letal (ata maupun bawah) lebih tinggi bila dibandingkan dengan hewan yang terbiasa hidup pada suhu relatif rendah (Soewolo, 2000).
            Suhu tubuh hewan poikilotermik, ditentukan oleh keseimbangan denagn kodisi suhu lingkungan, dan berubah-ubah seperti berubah-ubahnya kondisi suhu lingkungan. Pada hewan poikilotermik air, miasalnya kerang,udang, dan ikan, suhu tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konvektif dengan air mediumnya, dan suhu tubuhnya mirip dengan suhu air. Hewan memproduksi panas internal secara matabolik, dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh diatas suhu air. Namun air menyerap panas begitu efektif dan hewan poikilotermik tidak memiliki insulasi sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil (Soewolo, 2000).
           
             





BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.       Waktu dan Tempat Praktikum
1.   Waktu praktikum
Hari/tanggal               : Selasa/ 18 Desember 2012
Waktu                                    : Pukul 14.00 s.d 16.00 WITA
2.   Tempat praktikum       : Laboratorium Biologi FMIPA UNM lantai III
B.       Alat dan Bahan
1.    Alat
a)      Termometer batang 1 buah
b)      Neraca
c)      Stopwatch/ HP
d)     Becker gelas 1000 ml 3 buah
2.   Bahan
a)      Ikan mas koki (Cyprinus carpio) 1 ekor
b)      Es batu
c)      Air keran
d)     Air panas
e)      Vaselin
f)       Larutan eosin
C.      Prosedur Kerja
1.      Memasukkan 3 ekor ikan mas koki yang relative sama besarnya kedalam becker gelas berisi air kran, dan aklimatisasi selama 15 menit
2.      Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker gelas(A) yang berisi air panas  (38ºC) 800 mL. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka-tutup) Operculum dalam 1 menit setiap 5 menit  
3.      Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan masukkan ke dalam becker gelas (B) yang berisi air dingin (16ºC) 800 mL. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka-tutup) Operculum dalam 1 menit setiap 5 menit  
4.      Mengambil 1 ekor ikan mas koki  dan memasukkan ke dalam becker gelas(C)  yang berisi air kran (27ºC) 800 mL. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka-tutup) Operculum dalam 1 menit setiap 5 menit.
5.      Mencatat hasil pengamatan saudara dalam tabel





















                                     BAB IV
                  HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
Tabel pengamatan:
                   Data frekuensi gerakan Operculum ikan pada suhu air berbeda
Toples/Suhu
Menit ke
Rata-rata
1
2
3
4
5
A
(29 ºC)
52
56
69
72
87
67,2
B
(16 ºC)
50
36
36
41
50
42,6
C
(30 ºC)
64
86
92
102
112
91,2

B.     Analisis data
1.      Becker I ( 29º C)
                                F1 + F2 + F3 + F4 + F5
                  Σ F I =
                                              5 menit
                                52 + 56 + 69 + 72 + 87        
                  Σ F I =
                                              5 menit
                                   336
                  Σ F I =
                                       5
                  Σ F I =   67,2 kali/ menit





2.      Becker II ( 16ºC)
           

                                   F1 + F2 + F3 + F4 + F5
                  Σ F II =    
                                           5 menit
                             
                                   50 + 36 + 36 + 41 + 50     
                  Σ F II =
                                              5 menit

                                   213
                  Σ F II =
                                  5 menit
                  Σ F II =   42,6 kali/ menit

3.      Becker III ( 30º C)
                                  F1 + F2 + F3 + F4 + F5
                  Σ F III =
                                              5 menit
                                  64 + 86 + 92 + 102 + 112  
                  Σ F III =
                                              5 menit
                                   456
                  Σ F III =
                                  5 menit
                  Σ F III =   91,2  kali/ menit







C.    Pembahasan
Percobaan I:
      Pada becker glass I yang berisi air keran dengan suhu 29ºC, pada menit pertama ikan melaukan gerakan buka tutup operculum sebanyak 52 kali, kemudian gerakan buka tutup operculum sebanyak 56 kali pada menit kedua. Pada menit ketiga, frekuensi gerakan buka tutup opeculum ikan  sebanyak 69 kali. Sebanyak 72 kali frekuensi gerakan buka tutup operculum pada menit keempat dan pada menit kelima frekuensi gerakan buka tutup operculum sebanyak 87 kali. Pada suhu ini, ikan berada pada suhu normal sebhingga ikan tidak perlu terlalu banyak menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Frekuensi gerakan buka tutup operculum ikan, normal pada suhu yang normal, dalam artian tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat dalam melakukan gerakan buka tutup opeculum karena sudah sesuai dengan tingkat kebutuhan oksigen yang dubutuhkannya. Rata-rata frekuensi gerakan buka tutup operculum ikan pada air keran yang bersuhu 29ºC yaitu 67,2 kali.

Percobaan II:
      Pada percobaan kedua ini, becker glass di isi dengan air dingin yang bersuhu 16ºC. Pada menit pertama, ikan melakukan gerakan buka tutup operculum sebanyak 50 kali. Pada menit kedua sebanyak 36 kali. Sebanyak 36 kali pada menit ketiga dan pada menit keempat sebanyak 41 kali serta sebanyak 50 kali pada menit kelima. Pada suhu dingin, ikan sedikit melakukan garakan buka tutup operculum di bandingkan pada suhu yang normal. Hal itu disebabkan pada suhu yang dingin, oksigen yang terdapat pada lingkungan cukup tersedia sehingga kebutuhan oksigen ikan terpenuhi. Rata-rata frekuensi gerakan buka tutup operculum pada suhu dingin yaitu 42,6 kali. Pada suhu dingin, ikan tidak terlalu banyak melakukan aktivitas.
Percobaan III:
      Pada percobaan ketiga, becker di isi dengan air panas yang bersuhu 30ºC. pada menit pertama, ikan melakukan gerakan buka tutup operculum sebanyak 64 kali, pada menit kedua sebanyak 86 kali, pada menit ketiga sebanyak 92 sedangkan  pada menit keempat sebanyak 102 kali serta pada menit kelima sebanyak 112 kali. Pada suhu ini, ikan melakukan banyak gerakan buka tutup operculum. Hal ini disebabkan karena pada tempat yang bersuhu panas, ikan membutuhkan oksigen yang lebih banyak, sedangkan oksigen yang tersedia tidak cukup banyak sehingga ikan tersebut harus melakukan pernapasan dengan cepat dan ini terlihat pada frekuensi gerakan buka tutup operculum dalam jumlah banyak setiap menitnya dibandingkan dengan percobaan sebelumnya. Rata-rata pergerakan buka tutupnya operculum ikan yaitu sebanyak 91 kali.

















                                           BAB V
                        KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
1.      Pada suhu normal (29ºC), frekuensi gerakan buka tutup operculum ikan juga normal.
2.      Pada suhu dingin (16ºC), frekuensi gerakan buka tutup operculum ikan sedikit membuktikan bahwa pada suhu dingin, ikan melakukan sedikit aktivitas.
3.      Pada suhu panas (30ºC), frekuensi gerakan buka tutup operculum ikan lebih banyak dibandingkan pada suhu dingin dan suhu normal, menandakan pada suhu panas, ikan melakukan banyak aktivitas.
B.     Saran
Untuk laboratorium, sebaiknya menyediakan bahan praktikum dalam hal ini adalah ikan lebih banyak lagi, sehingga praktikum dapat berlangsung dengan lancar.












                                  DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2012. Suhu. http://id.wikipedia.org/wiki/suhu. (Di akses pada hati Senin,            tanggal 3 Januari 2012).

Susanto,Pudyo 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Proyek Pengembangan   Guru Sekolah Menengah IBRD Loan No. 3979 Direktorat Jenderal    Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah IBRD Loan No. 3979. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Tim dosen. 2004. Diktat Biologi Dasar. Makasasar: UPT MKU Universitas Hasanuddin Makassar

Tim pengajar. 2012. Penuntun Praktikum Biologi Dasar. Makassar: Jurusan Biologi            FMIPA UNM.

2 komentar: